Pages

Selasa, 06 Juli 2010

Memahami Liberalisme dan Neoliberalisme

Oleh: ADING SUTISNA

Liberalisme dan Neoliberalisme:
Dalam arti luas Liberalisme memiliki arti sebagai:”usaha perjuangan menuju kebebasan.” Liberalisme memiliki banyak arti yang berbeda. Istilah liberalisme dalam ekonomi, berbeda dengan istilah dalam politik, dan dalam agama (rohaniah). Istilah liberalisme politik dan agama (rohaniah), memiliki arti bahwa semua sumber kemajuan terletak dalam perkembangan kepribadian manusia yang bebas. Manusia (individu) dapat menarik keuntungan sepenuhnya dari daya ciptanya. Liberalisme dalam politik dan agama (rohaniah) mulai muncul pada abad ke-17 dan ke-18, tetapi istilah ini baru dipakai pada abad ke-19. Sebagai aliran pemikiran, liberalisme (politik dan agama) timbul sebagai bentuk perlawanan terhadap absolutisme. Tujuan yang hendak dicapai liberalisme politik dan agama (rohaniah), adalah kebebasan jiwa dan kebebasan dalam kehidupan bernegara. Bentuk negara yang diidamkan aliran liberalisme adalah demokrasi parlementer dengan persamaan hak bagi seluruh rakyat di depan hukum, dan adanya penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia (Ensiklopedi Indonesia, Vol. 4). Sedangkan bentuk pemerintahannya adalah federal (Eberhard Puntsch, Politik dan Martabat Manusia, 1996). Beberapa tokoh yang dikenal dalam liberalisme poitik dan agama (rohaniah): John Locke (Inggeris); Voltaire, Montesquieu, Rousseau (Perancis), Imanuel Kant (Jerman).
Sedangkan pengertian liberalisme ekonomi didasarkan atas pemikiran, bahwa individu bebas dan sanggup untuk mengurus dirinya sendiri. Atas dasar pemikiran itu, maka hak milik swasta harus dipertahankan, dan pemerintah sedapat mungkin tidak ikut campur dalam kehidupan ekonomi. Dalam sejarah ilmu ekonomi, mazhab ekonomi liberal disebut juga sebagai mazhab klasik (Winardi, Kamus Istilah Ekonomi, 1979, Jilid II, h.173). Mazhab ini terkenal dengan mottonya: Laissez-faire, Laissez-passez (biarkan membuat, biarkan lewat). Kelahiran motto itu diceritakan cukup menarik. Pada akhir abad ke-17, pada waktu pemerintahan Louis XIV di Prancis, menteri keuangannya yang bernama Jean Bapiste Colbert ketika menemui seorang produsen yang bernama Legendre, ia bertanya:”Bagaimana kiranya pemerintah dapat membantu dunia usaha?”, jawabnya:”Laissez nous faire” (jangan mengganggu kita). Jawaban itu kemudian menjadi motto liberalisme ekonomi, “Laissez-faire, Laissez-passez (biarkan membuat, biarkan lewat). Beberapa tokoh liberalisme ekonomi, antara lain: Adam Smith, Robert Maltus, David Ricardo, Jean Baptiste Say, James S. Mill
Sedangkan neoliberalisme adalah aliran pemikiran dalam politik ekonomi yang menekankan pada segi-segi positiv pasar bebas disertai usaha keras untuk menekan campur tangan pemerintah maupun konsentrasi kekuasaan swasta atas proses perekonomian (Ensiklopedi Indonesia, Vol. 4, p.2354) 
Keterkaitan antara Liberalisme dengan Neoliberalisme:
Liberalisme memiliki hubungan yang cukup erat dengan neoliberalisme. Kata neo dalam neoliberalisme sesungguhnya merujuk pada bangkitnya kembali bentuk baru liberalisme lama dengan melibatkan Trans National Corporation/TNC (Mansour Fakih, Bebas dari Neoliberalisme, 2003, h.53).
 
Menurut Fakih (2003), ada 4 ciri dari neoliberalisme. Pertama, berpegang pada mekanisme pasar; 
Kedua, kurangi pemborosan dengan memangkas semua anggaran negara yang tidak produktif;
Ketiga, melakukan deregulasi ekonomi;
Keempat, melakukan privatisasi.
Ke-empat ciri yang disampaikan secara negativ oleh Fakih (2003) sebagai ciri dari neoliberalisme, tidak dapat sepenuhnya diterima oleh Herry B. Priyono. Menurut Priyono (2005), tidak semua sistem ekonomi yang berpegang kepada sistem pasar, dan melakukan privatisasi sebagai sistem ekonomi neoliberal, contohnya Sistem Ekonomi Pasar Sosial seperti yang dijalankan di Jerman (Heinz Lampert,Ekonomi Pasar Sosial,Puspa Swara,1994). Demikian pula menurut Kwik Kian Gie (Kapitalisme di Indonesia dan Sistem Ekonomi Pancasila dalam Gonjang Ganjing Ekonomi Indonesia, 1999, h.21-29). Saat ini menurut Anwar Nasution (Demokratisasi Sistem Ekonomi Indonesia, Pelita, 19-20 Mei 1990), tidak ada satu negara pun, termasuk Amerika yang menjalankan sistem ekonominya tanpa adanya campur tangan pemerintah. Hanya derajat campur tangan pemerintah pada masing-masing negara yang berbeda. 
Menurut Agus Nuryatno (Kompas, 13/2/2007, h.6) mengutip pendapat Nanang Pamuji dan Ucu Martanto (2006), ada tiga perbedaan antara liberalisme dengan neoliberalisme, pertama, dalam liberalisme mekanisme pasar dipakai untuk mengatur ekonomi negara, sedangkan dalam neoliberalisme, mekanisme pasar harus digunakan untuk mengatur ekonomi global. Dengan bantuan globalisasi nilai-nilai liberal bisa menjadi universal value.  
Kedua, dalam neoliberalisme kinerja pasar dipakai untuk memakmurkan individu, sedangkan dalam liberalisme dipakai untuk kemakmuran bersama.
Ketiga, liberalisme menganggap otoritas regulatif negara diperlukan, sedangkan neoliberalisme justru menekankan pelimpahan otoritas regulatif dari negera ke individu, atau dari social welfare ke selfcare. Wa’llahu a’alm bis-showab.
Tanjung Priok, 4 Maret 2007


1 komentar:

Unknown mengatakan...

Liberal is not equal as neoliberal
There is no whatsoever called neoliberalism in liberalism dictionary.

Neoliberal is peyorative wörd for those
who promote free-market, individualism, freedom in all forms, democracy, and rule of law.

It's my believe after taking several liberal discussion with the Liberals here and others

Posting Komentar