Pages

Selasa, 31 Agustus 2010

Kezaliman Harus Dilawan

Kaki telah jauh melangkah
Pantang surut kebelakang
Mereka yang memilih bergerak,
telah memberi makna pada perjuangan.
Sementara yang memilih diam,
telah mati sebelum waktunya.
Kebenaran harus disuarakan
Keadilan harus diperjuangkan
Jangan pernah menyerah,
sebab pertempuran belum selesai.
(Puisi untuk Munir,1965-2004)

Sabtu, 28 Agustus 2010

Manipulasi Pikiran

Oleh: Anand Krishna*)

Dalam sejarah modern, adalah Adolf Hitler (1889-1945) yang pertama kali menggunakan mind manipulation atau manipulasi pikiran sebagai senjata. Ibarat komputer, mind atau ”gugusan pikiran” manusia dapat dimanipulasi, dapat di-hack, bahkan dapat disusupi virus untuk merusak seluruh jaringannya.

Perilaku manusia:
Dalam otobiografinya (Mein Kampf), Hitler menulis, ”Teknik propaganda secanggih apa pun tak akan berhasil bila hal yang terpenting tidak diperhatikan. Yaitu, membatasi kata-kata dan memperbanyak pengulangan.” Kemungkinan besar, Hitler telah mempelajari penemuan Pavlov, ilmuwan asal Rusia dan peraih hadiah Nobel 1904 untuk psikologi dan ilmu medis. Melalui teorinya tentang conditioned reflex atau involuntary reflex action, sang ilmuwan membuktikan, ”perilaku manusia dapat diatur atau dikondisikan” sesuai ”proses pembelajaran yang diperolehnya”.
Sebenarnya Pavlov terinspirasi oleh law of association atau ”hukum keterkaitan” yang banyak dibahas para pujangga dan ilmuwan sebelumnya. Menurut hukum itu, ”suatu kejadian” dalam hidup manusia atau bentuk kehidupan lain —tetapi tidak terbatas pada hewan dan tumbuhan—dapat dikaitkan dengan ”keadaan” atau ”perangsang” atau ”apa saja” yang sebenarnya tidak terkait secara langsung dengan kejadian itu.
Ketika seekor anjing diberi makanan, ia mengeluarkan air liur. Ini disebut refleks yang lazim atau unconditioned reflex. Ia tak perlu menjalani proses pembelajaran. Namun, pada saat yang sama bila dibunyikan lonceng, terjadilah proses pembelajaran. Anjing itu mulai ”mengaitkan” bunyi lonceng dengan makanan dan air liurnya. Setelah beberapa kali mengalami kejadian serupa, maka saat mendengar bunyi lonceng, air liurnya keluar sendiri meski tidak diberi makanan. Ini disebut conditioned reflex, refleks tak lazim. Keluarnya air liur itu tidak lazim, tidak ada makanan. Namun, ia tetap mengeluarkan air liur. Pembelajaran ini harus diulang beberapa kali agar ”keterkaitan” yang dihendaki tertanam dalam gugusan pikiran atau mind hewan, atau... manusia!
Maka, tak salah bila Adolf Hitler menganjurkan ”pengulangan”. Dalam ilmu psikologi dan neurologi modern, pengulangan atau repetition juga dikaitkan dengan intensity. Apa yang hendak ditanam harus terus diulangi secara intensif. Demikian bila seekor anjing dapat mengeluarkan air liur yang sesungguhnya tak lazim, manusia pun dapat dikondisikan, dipengaruhi untuk berbuat sesuatu di luar kemauannya.
Pengulangan: 
Presiden Franklin Delano Roosevelt pernah menyangkal, ”Pengulangan tidak dapat mengubah kebohongan menjadi kebenaran.” Betul, tetapi pengulangan dapat membuat orang percaya pada kebohongan. Hitler membuktikan keabsahan sebuah pepatah lama dari Tibet, ”Bila diulangi terus-menerus, kebohongan pun akan dipercayai orang.”
Di antara kita mungkin ada yang masih ingat kasus iklan Old Joe yang digunakan produsen rokok merek Camel pada tahun 1988. Saat itu, tokoh kartun tersebut memang amat populer di kalangan remaja. Jelas, sang produsen ingin membidik kelompok itu. Dan, mereka berhasil. Jumlah perokok remaja langsung bertambah. Saat itu, warga Amerika Serikat yang konon super power pun tidak sadar bila gugusan pikiran mereka sedang dimanipulasi melalui iklan yang ditayangkan berulang kali setiap hari dan di banyak media.
Hampir 10 tahun kemudian, setelah muncul desakan dari masyarakat dan LSM-LSM yang ”sadar”, Federal Trade Commission dan Kongres AS baru tercerahkan dan menyatakan bahwa periklanan seperti itu tidak etis dan tidak bermoral. Camel pun mengalah dan menarik kembali iklan itu pada 1997. Hampir satu dekade setelah iklan yang tidak etis dan tidak bermoral itu berjalan dan menelan sekian banyak korban remaja. Sungguh amat disayangkan, ”periklanan yang tidak etis dan tidak bermoral” seperti ini pun terjadi di negeri kita, baik selama kampanye pemilihan umum maupun pemilihan presiden.
Saat saya membahas hal ini dengan seorang teman baik di salah satu lembaga negara yang memiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi kepada para pelaku, ia pun mengeluh: ”Apa yang dapat kami lakukan bila tidak ada keluhan dari masyarakat?” Siapakah masyarakat yang dimaksud? Anda, dan saya. Adakah keberanian untuk bersuara bila keberhasilan yang dicapai, atau kemenangan yang diraih dengan memanipulasi gugusan pikiran dan otak sesama warga bangsa? Keberhasilan dan kemenangan seperti itu semu adanya. Saya berharap, saya berdoa, agar para menteri kita dalam kabinet mendatang, para wakil rakyat, anggota MPR, dan pejabat lain, termasuk yang duduk dalam KPU dan MK, Presiden, Wakil Presiden, dan rakyat Indonesia, sesama warga negara, senantiasa diberkahi pikiran dan perasaan yang jernih. Tidak saling memanipulasi dan mengeksploitasi, tetapi saling membantu untuk membangun Indonesia Baru yang lebih beradab, lebih sopan, lebih santun, lebih manusiawi. Giliran Anda bertindak sesuai dengan nurani Anda.

*)Aktivis Spiritual; Penulis Lebih dari 120 Buku
H.U. KOMPAS: Sabtu, 15 Agustus 2009 | 05:01 WIB


Para Pengemudi Pikiran

Oleh: Sarah Wardhani

Dec 26, '07 5:45 AM

Pikiran kita terisi oleh sejumlah imagi, suara, warna, rasa, corak, aroma, deretan aksara dan angka-angka yang dirangkaikan dalam sebuah mesin bernama otak yang kemudian memberikan suatu perintah untuk melakukan perilaku. Bukan hanya manusia, hewan dari tingkatan tertinggi seperti kera sampai organisme hidup terkecil dianugerahi insting untuk membuat suatu pilihan-pilihan perilaku berdasarkan kapasitasnya masing-masing dalam berfikir dan bertindak. Sudah hukum alam bahwa mereka yang lebih tangguhlah yang dapat mengemudikan diri dan keadaan. Mereka pula yang akan lebih bertahan hidup dan menjadi pengontrol keadaan tersebut. 

Belum lama, ilmuwan dari Oxford telah menemukan sebuah tipe parasit yang menginfeksi tikus. Parasit yang bernama Toxoplasma gondii (T. gondii) ini tidak menyakiti tikus, tetapi membunuhnya secara tidak langsung dengan mengontrol pikiran tikus! Bagaimana bisa sebuah parasit yang hanya berdiameter sekitar 10 - 20 micrometer dapat menjadi pengemudi seekor tikus dengan berat badan sekitar 200 gram? Bagaimana pula sebuah parasit tanpa struktur otak dan sistem saraf bisa mempengaruhi seekor tikus yang notabene memiliki otak? 

Kondisi ini membuat para ilmuwan di bidang neurology, parasitologi dan psikologi beramai-ramai melakukan riset untuk menelusuri mekanisme dan pembuktian hipotesa atas sebuah parasit yang dapat mempengaruhi mamalia berstruktur otak mirip manusia. Adalah Stibbs. H dalam jurnal annals of tropical medicine and parasitology yang melaporkan bahwa T. gondii meningkatkan kadar dopamin dalam otak tikus, sehingga dengan suatu mekanisme seluler yang sampai saat ini belum diketahui, mengemudikan pikiran tikus dengan merubah perilaku tikus menjadi tidak takut terhadap kucing sehingga meningkatkan probabilitas tikus tersebut untuk dimakan kucing.

Tikus yang normal mempunyai kemampuan untuk mendeteksi bau air seni kucing dan dengan sangat hati-hati menghindari area-area yang dilalui oleh kucing. Mereka sangat sensitif terhadap bau ini sehingga ilmuwan seringkali menggunakan air seni kucing untuk mengetes reaksi panik tikus. T. gondii mengemudikan pikiran tikus bukan hanya dengan membuat tikus menjauhi bau air seni kucing, namun juga membuatnya mendekati bahkan mencari area-area dimana air seni kucing berada. Keadaan ini tentu saja tidak akan menguntungkan bagi tikus, namun bagi T. gondii tikus merupakan suatu inang perantara untuk kemudian melangsungkan siklus hidupnya di usus kucing.

Sebagai bagian dari siklus hidupnya, T. gondii ini menyusuri saluran pencernaan kucing. dan hidup di dalamnya. Untuk menginfeksi inang lain, T. gondii keluar bersamaan dengan feses kucing. T. gondii dalam bentuk oosit dapat bertahan hidup beberapa tahun dalam lingkungan luar dan resisten terhadap banyak desinfektan. Oosit melanjutkan siklus hidup di inang selanjutnya seperti burung, anjing, babi, domba dan manusia. Oosit di tubuh manusia berubah bentuk menjadi tachyzoid yang kemudian bermigrasi ke otot dan otak. T. gondii juga dapat hidup dalam jaringan-jaringan lain seperti nodus limfa, retina, miokardium paru-paru dan hati. Ketika sistem imun tubuh turun, T. gondii dapat memperburuk kondisi tubuh dan menyebabkan berbagai penyakit. Disamping itu, sudah lama diketahui bahwa T. gondii dapat mengakibatkan keguguran pada janin dan cacat kongenital. Parasit ini mampu melewati plasenta wanita hamil, menyerang sistem kekebalan tubuh bayi yang belum sempurna dan merusak secara permanen sistem saraf pusatnya. Hal ini dapat menyebabkan kebutaan bahkan sampai membunuh cabang bayi. 

Riset tentang T.gondii yang dilakukan para ilmuwan selanjutnya berdasarkan pada pertanyaan, jika T. gondii dapat mengontrol pikiran tikus, bagaimanakah efeknya pada manusia? Para ilmuwan menaruh perhatian dalam hal ini mengingat otak tikus dan otak manusia mempunyai banyak persamaan disamping neurotransmitter yang mempengaruhi perilaku tikus dan manusia juga tidak berbeda. JG Montoya et al., (Juni 2004) memberitakan bahwa lebih dari sepertiga populasi penduduk dunia membawa parasit Toxoplasma dalam tubuhnya. National Health and Examination Survey US (2004-2005) menemukan bahwa 33.1% dari penduduk US di atas 12 tahun terdeteksi memiliki Toxoplasma-specifik IgG antibody dalam tubuhnya (Jones JL et al, nov 2003). Di Perancis, sekitar 88% penduduknya adalah carrier, di Jerman, Belanda dan Brazil, prevalensinya masing-masing sekitar 80%, lebih dari 80% dan 67%. Di Inggris, sekitar 22% carrier, di Jepang 7%, sedang di Korea utara hanya 4,3% penduduknya terinfeksi parasit ini (Nguyen T et al. 1994, Jones et al. 2001).

Jaroslav Flegr, parasitologist dari universitas Charles di Prague, memberitakan pengaruh parasit Toxoplasma terhadap ibu hamil. Ia menganalisis clinical record 1803 bayi yang lahir dari ibu hamil yang sebelumnya telah terinfeksi T. Gondii laten. Ditemukan adanya peningkatan probabilitas kelahiran bayi laki-laki lebih besar daripada bayi perempuan. Diduga probabilitas kelahiran bayi laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh kadar antibody di dalam tubuh ibu. Hal ini menjadi mungkin karena toxoplasmosis yang diasosiasikan dengan imunosupresi dan imunomodulasi sepertinya dapat meningkatkan ketahanan embrio laki-laki. Di jurnal yang lain, Flegr mencoba melakukan pengukuran menggunakan 16PF questioner dan Cloninger`s TCI kepada orang-orang yang positif terinfeksi Toxoplasma. Ditemukan adanya perbedaan respon lokomotor/gerak dari mereka yang terinfeksi dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi. 

Studi lain memberitakan mengenai kaitan antara toxoplasmosis dengan insiden kecelakaan. Ditemukan bahwa insiden kecelakaan yang terjadi di wilayah Prague, Czech Republic, dialami oleh orang-orang yang terinfeksi Toxoplasma 2.65 lebih besar (C.I.95= 1.76-4.01) daripada orang-orang yang tidak terinfeksi Toxoplasma. Diduga Toxoplasma mengakibatkan melambatnya respon tubuh terhadap suatu rangsang/reaksi (Havlicek et al 2001). Jika ada data yang lebih banyak dan mencakup insiden di wilayah yang lebih luas, serta memasukkan berbagai parameter seperti genetika, jenis kelamin, dan keadaan iklim (Toxoplasma lebih bertahan hidup di iklim tropis), kaitan antara toxoplasmosis dengan insiden kecelakaan bisa menjadi suatu indikasi bahwa toxoplasma termasuk salah satu parameter yang patut diperhitungkan bahaya latennya.

Lain halnya dengan Dr. E. Fuller Torrey (Associate Director Laboratory Research Stanley Medical Research Institute). Meningkatnya kadar dopamin pada tikus, yang mempengaruhi perilaku tikus membuatnya membuat sebuah korelasi antara Toxoplasma dan schizophrenia pada manusia. Ia melaporkan bahwa infeksi T. gondii diasosiasikan dengan kerusakan astrocytes, glial cells yang mengelilingi dan menyuplai makanan pada sel saraf. Tikus terinfeksi T. gondii yang diberikan sejumlah obat penenang (antipsikosis) yang biasa diberikan kepada pasien schizophrenia, mengalami peningkatan perilaku ketakutan akan air seni kucing. Hal ini menunjukkan kemungkinan bahwa adanya kemiripan mekanisme antara penyakit schizophrenia dengan penyimpangan perilaku penderita toxoplasmosis. 

Ditemukan pula wanita hamil dengan kadar antibodi yang tinggi terhadap toxoplasma, akan berkecenderungan melahirkan anak yang probabilitas mengidap schizophrenianya lebih tinggi. Penelitian pada sel manusia terinfeksi Toxoplasma yang ditaruh di dalam cawan petri, berespon terhadap haloperidol (obat antipsikotik untuk mengobati schizophrenia) dan terbukti dapat menghentikan pertumbuhan toxoplasma. Penelitian-penelitian ini menyokong hipotesis bahwa abnormalitas neurotransmitter dopamin memegang peran penting dalam toxoplasmosis, disamping memberikan suatu jalan alternatif untuk kombinasi pengobatan toxoplasma menggunakan obat dengan struktur molekul serupa dengan beberapa obat schizophrenia. 

Studi terhadap tikus yang terinfeksi T. gondii menyediakan beberapa kemungkinan atas pengaruhnya terhadap perilaku manusia. Walaupun mekanisme modifikasi tingkah laku masih sangat bervariatif, namun meningkatnya kadar dopamin dalam otak tikus yang terinfeksi T. gondii memberikan kemungkinan bahaya laten pada manusia yang terinfeksi T. gondii. Studi dilakukan pada manusia yang didiagnosis Toxoplasmosis selama 14 tahun menggunakan metode Cattell's 16 PF questionnaires. Observasi ini dilakukan pada 230 orang wanita terinfeksi laten toxoplasma dibandingkan dengan wanita normal (Flegr et al 2000). Penelitian dilakukan 27-78 bulan setelah test serologis toxoplasma pertama positif terdeteksi. Beberapa faktor yang dinamakan A (affectothymia), G (kekuatan superego tinggi), H (parmia), dan L (protension) diuji. Hasilnya menunjukkan korelasi antara durasi toxoplasmosis, faktor G (kekuatan superego tinggi) dan Q3 (sentimen diri yang tinggi). 

Orang yang terinfeksi Toxoplasma cenderung lebih extrovert dan sedikit kurang peduli terhadap keadaan sosial. Wanita yang terinfeksi akan memiliki tingkat intelegensia yang meningkat, lebih hangat and easy-going, sedangkan pria yang terinfeksi menunjukkan tingkat intelegensia yang rendah, keinginan terhadap hal baru yang rendah, dan temperamen yang buruk (Flegr et al 1996). Penurunan ego yang tinggi juga ditemukan pada pria yang terinfeksi toxoplasma dengan derajat yang tergantung dari lamanya terinfeksi. Parasit ini dinilai meningkatkan kemampuan intelegensia wanita hamil dengan infeksi laten T. gondii (Flegr & Havlicek 1999). Sementara studi yang dilakukan pada 857 wajib militer di Republik Czech melaporkan penurunan IQ beserta kemampuan verbal pada individu-individu yang terinfeksi T. gondii (Flegr et al 2003). 

Peneliti dari Sydney University of Technology infectious disease, Nicky Boulter, dalam sebuah artikel yang muncul di Australasian Science edisi January/February 2007 mengatakan bahwa infeksi Toxoplasma memberikan kemungkinan perubahan tergantung pada jenis kelamin dari orang yang terinfeksi. Perubahan personalitas lebih kentara pada mereka-mereka yang telah membawa toxoplasma dalam tubuhnya dalam jangka waktu yang lebih lama.

Parasit dan Budaya:

Lebih lanjut, Proceedings of the Royal Society of London tertanggal 1 Agustus 2006 melaporkan sebuah paper berjudul "Dapatkah parasit otak, Toxoplasma gondii, mempengaruhi kebudayaan manusia?" Kevin Lafferty, pengarang paper ini, ahli biologi dari University of California, Santa Barbara membuat tiga observasi: Pertama, ditemukannya variasi infeksi Toxoplasma di setiap negara. Rata-rata infeksi T.Gondii berbeda-beda di setiap negara. Korea utara mempunyai prevalensi hanya 4.3%, sementara Brazil 66.9%. Perbedaan ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, dari mulai gaya makan (pemakan daging, sayuran, steak, akan berbeda) sampai pada iklim yang mempengaruhi suatu wilayah (oosit T. gondii dapat bertahan hidup lebih lama di iklim tropis). Yang kedua, terdapat penelitian yang memberikan data bahwa infeksi Toxoplasma memberikan kemungkinan perubahan personalitas tergantung pada jenis kelamin dari orang yang terinfeksi. Yang ketiga, dengan adanya kemungkinan perubahan personalitas, para ilmuwan mencoba mengkorelasikan antara prevalensi T.gondii pada sebuah wilayah dengan perkembangan kebudayaannya.

Kebudayaan di suatu daerah terbentuk oleh gabungan-gabungan personalitas dan karakter orang-orang yang mendiami wilayah tersebut. Para ilmuwan menyeleksi beberapa kunci personalitas manusia yang ditemukan pada orang-orang terinfeksi Toxoplasma (ada lima faktor kunci penentu personalitas, Goldberg, 1993), salah satunya ialah neuroticism (kecenderungan untuk berada dalam fase emosi negatif). 

Lafferty mengatakan bahwa pada negara-negara dimana kadar Toxoplasma-nya meningkat, kondisi ini akan menjadi semakin jelas kentara. Ia mengumpulkan data dari studi pada 39 negara-negara tersebar di 5 benua, mengoreksi beberapa faktor variasi termasuk GDP perkapita suatu negara. Ia menemukan korelasi signifikan antara kadar infeksi Toxoplasma yang tinggi dan dengan tingkat neuroticism yang tinggi, sehingga orang-orang yang berada di wilayah tersebut cenderung lebih sensitif dan emosional.

Toxoplasma dapat mempengaruhi elemen spesifik dari kebudayaan manusia. Toxoplasma diasosiasikan dengan perubahan perilaku yang bertolak belakang antara wanita dan pria. Akan tetapi baik pria dan wanita akan meningkat perihal neuroticism. Analisis Lafferty menemukan bukti bahwa negara-negara dengan prevalensi Toxoplasma yang tinggi mempunyai kecenderungan neuroticism yang tinggi. Negara-negara barat dengan tingkat prevalensi tinggi memberikan dimensi kebudayaan neurotic walaupun akan bisa terbentuk banyak parameter dari kemungkinan pengaruh Toxoplasma. Respon yang berbeda terhadap parasit oleh pria dan wanita dapat pula memberikan efek budaya yang berbeda (Lafferty 2006). 

Disamping itu iklim memperngaruhi derajat infeksi Toxoplasma di suatu wilayah, sehingga variasi geografik pun menjadi suatu parameter yang menentukan. Telur parasit dapat hidup lebih lama di lingkungan yang lembab, wilayah ketinggian yang rendah. Kebiasaan pola menyiapkan makanan yang tidak bersih, pemeliharaan binatang yang tak terawat, dapat juga meningkatkan derajat infeksi Toxoplasma di suatu wilayah. 

Toxoplasmosis laten yang dapat bertahan hidup lama sebagai cysts pada jaringan otak dan otot, memang tidak mempengaruhi kesehatan manusia. Akan tetapi, subjek-subjek yang terinfeksi, diidentifikasi memiliki kecenderungan aktivitas psikomotor yang menurun dan memiliki personalitas yang berbeda dengan mereka yang tidak terinfeksi Toxoplasma. Mekanisme efek ini memang belum diketahui. Namun diduga, kenaikan kadar dopamin dalam otak yang diinduksi oleh parasit ini menjadi suatu penyebabnya meskipun penelitian lebih jauh masih terus dilakukan. 

Pertanyaan apakah parasit yang bertahan hidup dalam tubuh manusia dalam sekian dekade dapat mempengaruhi personalitas manusia apalagi budaya memang masih dalam wacana dan membutuhkan penelitian lebih lanjut. Namun saat ini disinyalir bahwa Toxoplasmosis termasuk salah satu faktor dari banyak faktor lain seperti lingkungan, iklim, genetika, interaksi manusia, filosofi, sejarah dan lain-lain, yang dapat mempengaruhi personalitas dan kebudayaan manusia. Sekecil apapun upaya untuk mengontrol infeksi patogen dari parasit ini menjadi bermakna untuk meminimalisasi pengaruhnya terhadap manusia.

Mereka menginvasi dan menjadi kemudi:

Selain T. gondii, ada sejumlah parasit mikroskopis dan organisme yang mempengaruhi organisme lain. Parasit Dicrocoelium dendriticum misalnya, dapat mengemudikan perilaku semut untuk berkecenderungan berada di tempat-tempat yang meningkatkan probabilitas semut untuk dimakan oleh serangga yang lebih besar.

Ada juga parasit yang mengemudi pikiran ikan. Euhaplorchis californiensis menyebabkan perilaku ikan berkecenderungan untuk berenang dekat dengan permukaan air dengan tingkah yang lebih lincah dan atraktif sehingga meningkatkan probabilitas mereka untuk dimangsa burung. Burung tersebut kemudian akan menjadi inang untuk parasit melanjutkan siklus hidupnya.

Trichastrongylidae sp., sejenis cacing yang hidup dalam tubuh belalang, menyebabkan inangnya terbunuh dengan menyabotase sistem saraf pusat belalang sedemikian hingga belalang melompatkan diri ke dalam kolam sampai tenggelam. Keadaan ini menguntungkan cacing untuk dapat melanjutkan siklus hidupnya di dalam lingkungan akuatik. 

Contoh lain ialah Plasmodium gallinaceum, diketahui sebagai virus protozoa yang menggunakan nyamuk sebagai vektor dan menyebabkan penyakit malaria. Yang sedang menjadi observasi ilmuwan saat ini ialah, bagaimana virus ini menyebabkan perubahan perilaku menghisap darah dari nyamuk. Seekor nyamuk akan mencari mangsanya sampai volume darah yang dibutuhkan mencukupi batas tampung. Ketika sudah mencapai batas, ia akan berhenti menggigit. Riset menunjukkan bahwa nyamuk yang menghisap darah mengandung plasmodium gallinaceum, akan menjadi lebih aktif dalam mencari mangsa, sehingga memberikan waktu yang lebih panjang untuk plasmodium bereplikasi. Diduga kuat bahwa plasmodium memang mempengaruhi sistem saraf. Karen A. et al., (okt. 2005) memperkuat hipotesa ini dengan hasil risetnya yang menunjukkan bahwa plasmodium dapat mempengaruhi kompleksitas lagu dan perkembangan neuron pada burung.

Kasus yang banyak juga ditemukan ialah pada penyakit rabies. Hewan yang terinfeksi virus ini memperlihatkan perubahan di dalam perilaku, menjadi lebih agresif dan lebih ganas menggigit. Pada manusia, virus Rabies yang hidup di otak juga dapat mempengaruhi perilaku. Beberapa jurnal menyebutkan perubahan personalitas manusia yang terkena rabies sangat bervariasi, dari mulai halusinasi, insomnia, kejang-kejang, disorientasi, sampai kasus abnormalitas perilaku yang menunjukkan gejala menakutkan.

Fenomena-fenomena tersebut diatas adalah sebuah contoh yang dramatis bagaimana suatu makhluk hidup mempertunjukkan perilaku yang tidak biasanya dibawah kendali makhluk hidup lain yang secara anatomi derajatnya lebih rendah dan bisa jadi tidak memiliki otak atau sebuah sistem saraf. Fenomena organisme mengendalikan kadar molekul otak tersebut kemudian membuat suatu mata rantai hingga mempengaruhi makhluk hidup tingkat tinggi seperti manusia dan mempengaruhi pola-pola perilaku bahkan sampai disinyalir dapat merubah suatu budaya. Sehingga jika para motivator ulung kerapkali menyebutkan "If you don't master your life, somebody else will!", sepertinya wajar kalau para neuroscientist akan lebih suka menyebutkan, "If you don't control your mind, someone else will!".

Daftar  Pustaka:
1. Toxoplasma gondii infection lower anxiety as measured in the plus-maze and social interaction tests in rats, a behavioral analysis. J. Behavioral brain research. Vol.177 issue 1, (12 february 2007).
2. Jaroslav Flegr. Women infected with parasite Toxoplasma have more sons, Naturwissenschaften, (August 2006).
3. Lafferty, Kevin D. "Can the common brain parasite, Toxoplasma gondii, influence human culture?". Proceedings of the Royal Society of London (1 august 2006)
4. Look what the cat dragged in: do parasites contribute to human cultural diversity? J. Behavioral Processes Vol. 68, issue 3, (31 march 2005).
5. Jeffrey D. Kravetz et al., Toxoplasmosis in pregnancy. The American Journal of Medicine. Vol. 118, Issue 3, Pages 212-216 (March 2005).
6. "Malaria Parasite Makes You More Attractive (To Parasites)" New York Times, (August 9, 2005).
7. Karen A. et al., Parasites affect song complexity and neural development in a songbird. Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences. Vol. 272, No. 1576 (October 07, 2005)
8. Montoya J, Liesenfeld O. "Toxoplasmosis". The Lancet Volume 363, Issue 9425, Pages 1965-1976, (12 June 2004)
9. Flegr, J., et al., Decreased level of psychobiological factor novelty seeking and lower intelligence in men latently infected with the protozoan parasite Toxoplasma gondii dopamine, a missing link between schizophrenia and toxoplasmosis? Biol. Psychol. 63, 253・68 (2003).
10. Jones J, Kruszon-Moran D, Wilson M. "Toxoplasma gondii infection in the United States, 1999-2000". Emerg Infect Dis 9 (11): 1371-4. PMID 14718078 (2003).
11. Flegr, J., Havlicek, J., Kodym, P., Maly, M., Smahel, Z. Increased risk of traffic accidents in subjects with latent toxoplasmosis: a retrospective case-control study. BioMed. Central Infect. Dis. 2. (2002).
12. Flegr, J., et al., Correlation of duration of latent Toxoplasma gondii infection with personality changes in women. Biol. Psychol. 53, 57・8 (2000).
13. Berdoy, M et al., Fatal Attraction in Rats Infected with Toxoplasma gondii. Proceedings of the Royal Society of London, B267:1591-1594 (2000).

http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2007-04-02-Para-Pengemudi-Pikiran.shtml


Seputar Otak-Pikiran-Jiwa

(Bagian I)
Beberapa minggu ini pekerjaan membawa saya menyaksikan beberapa operasi bedah otak di berbagai rumah sakit. Jenis kasus ini terjadi salah satunya disebabkan perdarahan di otak. Hal ini membutuhkan tindakan operasi darurat untuk menyelamatkan hidup pasien. Sekian kali menyaksikan operasi bedah otak memberikan saya kesimpulan bahwa pembedahan otak memerlukan standar dan prosedur yang paling rumit. Kalau rata-rata pembedahan jenis lain periode operasi selama tiga jam sudah terasa lama, pembedahan otak sedang bisa memakan waktu hingga 8 jam. Malah pernah saya dengar ada pembedahan otak yang dilakukan non-stop pada skala hari, lebih dari 24 jam!

Otak memang disebut-sebut sebagai organ manusia paling rumit di jagad raya. Sekitar 100 miliar sel neuron di dalam otak manusia dihubungkan dengan masing-masing 10 ribu sambungan synaps satu sama lain. Dengan massa sekitar 2% dari berat tubuh (sekitar 1,4 kg) saja, otak mendapatkan 20% aliran darah tubuh. Demikian tinggi kebutuhan hidupnya sehingga bila tidak mendapatkan oksigen selama 3 menit saja, sel-sel saraf pada otak akan mulai mati. 

Mati secara medis didefinisikan sebagai berhentinya aktivitas otak. Meskipun denyut jantung sudah berhenti, asal otak belum mati seseorang masih dikatakan hidup. Sebaliknya, seseorang dapat dikatakan sudah mati bila otak sudah berhenti aktivitasnya padahal masih ada pernafasan dan detak jantung misalnya menggunakan alat pendukung kehidupan. Hal ini dapat dilihat di rumah sakit pada pasien mati batang otak yang ‘hidup’ dengan bantuan ventilator atau dengan bantuan mesin pengganti jantung paru. Segera setelah alat pendukung kehidupan ini dihentikan, keseluruhan aktivitas kehidupan orang yang mati otak akan berhenti. 

Otak dikaitan dengan fungsinya yang sangat rumit. Sementara ini, manusia masih sangat sedikit mengetahui tentang cara kerja otak. Awalnya kita mengkaitkan tingkah manusia yang tidak biasa dengan Mistisisme seperti dengan istilah sejenis ‘kesurupan’. Selanjutnya kita mengenal Psikologi yang berusaha menjelaskan hal-hal seputar pikiran dan perilaku. Lima puluh tahun terakhir, Neuroscience berkembang mengurusi hal-hal seputar otak berkembang sangat pesat. Hal-hal ini adalah upaya manusia memahami otak, pikiran, dan jiwa. 

Secara biologis, fungsi otak adalah untuk mempromosikan keberlangsungan kehidupan hewan yang memilikinya (termasuk manusia). Mulai dari fungsi otonom, seperti respirasi dan denyut jantung hingga fungsi sadar seperti makan, reproduksi, atau berpindah tempat, semuanya dilakukan dengan kendali dari otak dan jaringan saraf. 

Pada manusia, fungsi otak ini berkembang, tidak hanya mengurusi hal-hal dasar meningkatkan keberlangsungan kehidupan individu saja. Manusia mulai dapat menggunakan otaknya untuk ‘berpikir’, menghasilkan kebudayaan, dan membangun peradaban. Dari sudut pandang psikologi, fungsi paling penting dari otak adalah sebagai struktur fisik yang melandasi pikiran dan perilaku. 

Akhirnya, keberadaan jiwa dikorelasikan dengan organ otak. Jiwa (soul), ‘kesadaran’ (consciousness), ke-aku-an (the self), kepribadian (personality) adalah topik-topik yang dahulu dikaitkan dengan agama dan filosofi. Sekarang hal-hal ini diteliti secara mendalam pada ilmu neuroscience yang berkembang cepat. 

Pada beberapa tulisan ke depan, saya mencoba obrol-obrol beberapa hal seputar otak, pikiran, dan jiwa. Karena benda-benda ini (kalau boleh disebut sebagai benda) menyentuh berbagai area multidisiplin, saya ingin mengatakan dari awal bahwa saya tidak memiliki kompetensi formal untuk disiplin yang berkaitan. Apa yang dipaparkan ini tidak lebih dari hasil cari-mencari dari berbagai sumber tertulis yang dapat saya cerna. Jadi, bila sakit berlanjut, mohon hubungi dokter. Mari kita obrol-obrol tentang wacana seputar Otak-Pikiran-Jiwa.

(Bagian II)
Ada seorang teman yang menanggapi tulisan sebelumnya bahwa kekuatan pikiran positif bisa membuat seorang manusia menjadi sehat dan terlindung dari penyakit. Saya langsung teringat idiom terkenal mens sana in corpore sano, yang diartikan secara umum: Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat, begitu pula sebaliknya.

Mens sana in corpore sano diambil dari sebuah drama masa Romawi ini mengalami sedikit perubahan redaksional, kata-kata persisnya adalah “orandum est ut sit sit mens sana in corpore sano”. Satire (sindiran) ini diartikan, “Akan didoakan semoga di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat”. Sindiran ini dimaksudkan untuk mengingatkan penduduk Romawi masa itu, bahwa korelasi positif antara tubuh dan jiwa bukanlah sesuatu yang otomatis terjadi, tetapi merupakan sesuatu yang harus diusahakan.

Kembali ke topik, mari kita ngobrol kembali ke hubungan bolak-balik antara pikiran dan tubuh. Kita pasti sering mendengar bahwa pikiran dapat mempengaruhi tubuh, misalnya penyakit maag dan alergi ada kaitannya dengan stress. Depresi juga akan menurunkan imunitas, salah satunya dengan produksi berlebih hormon kortison yang menghambat perkembangbiakan sel limfosit, yaitu komponen penting dalam sistem imunitas kita. Jadi, dalam kehidupan sehari-hari kita sudah sering mendengar bahwa pikiran mempengaruhi tubuh.

Begitu berpengaruhnya hubungan antara pikiran dan tubuh. Ada beberapa cerita menarik lain mengenai hubungan bolak-balik antara pikiran dan tubuh. Misalnya, dari sisi medis ada penyakit yang disebut dengan pseudocyesis (kehamilan palsu). Selain itu, dari sisi psikologi kita akan ngobrol sedikit tentang multiple personality (kepribadian ganda).
 
Pseudocyesis

Dari dunia medis, semenjak 300 SM sudah ada sumber tertulis mengenai sebuah gangguan bernama pseudocyesis, atau kehamilan palsu. Simptom pseudocyesis sulit dibedakan dengan kehamilan pada umumnya : perut membesar dan payudara berikut putingnya membengkak. Mual, muntah, ‘ngidam‘ terjadi dan menstruasi berhenti pada masa ‘kehamilan’ ini.

Seperti layaknya kehamilan pada umumnya, sembilan bulan kemudian wanita yang mengalami pseudocyesis akan mengalami perut ’mules’ seperti layaknya proses kelahiran normal. Sebenarnya tidak ada janin dalam kandungan wanita ini, meskipun ada juga ahli kandungan yang terkecoh oleh hal ini. Bila dilakukan USG, tidak ada tanda kehidupan janin dalam perut wanita ini dan bila dilakukan pembedahan, yang dikeluarkan hanya kumpulan lemak yang membesar.

Apa yang menyebabkan pseudocyesis? Berdasarkan salah satu teori, pseudocyesis disebabkan oleh konflik emosi. Keinginan yang kuat untuk segera hamil atau ketakutan akan kehamilan dapat menciptakan konflik internal. Hal ini membuat ptuitari mengubah keseimbangan hormon kewanitaan (LH dan FSH) dan berakibat tubuh mengalami proses perubahan seperti layaknya kehamilan normal.

Pengaruh pikiran pada wanita pseudocyesis mengubah tubuhnya secara ekstrim sehingga menjadi seakan-akan hamil. Mempertimbangkan segi kultural, hal ini menjelaskan angka probabilitas kejadian pseudocyesis sekitar 1:200 pada abad ke-17 menjadi 1:10.000 pada abad ke-20. Pada abad 17-an kehamilan wanita menikah sedemikian penting sehingga menjadi tekanan sosial budaya bila seorang wanita tidak segera hamil setelah menikah. Hal ini tidak terjadi pada abad ke-20 saat ini.

Ada sebuah laporan kasus medis (sekitar 1930-an) yang menyatakan bahwa satu minggu setelah pembedahan perut wanita pseudocyesis untuk mengambil kumpulan lemak perutnya, pasien kembali lagi dengan perut yang bahkan lebih besar. Bahkan kali ini wanita tersebut mengaku dia mengandung anak kembar!
 
Kepribadian Ganda

Pernahkah anda menonton film Fight Club? Bagi anda yang suka film model indie sejenis ini, mungkin anda ingat bahwa film ini yang bercerita seputar hubungan aneh antara pemeran utama tanpa nama (Edward Norton) dengan Tyler Durden (Brat Pitt) yang tukang berantem. Akhir film ini sangat mengejutkan ternyata dua orang yang berbeda itu adalah orang yang sama tetapi mengalami kelainan kepribadian ganda (multiple personality disorder). Sang pemeran utama tidak menyadari bahwa Tyler Durden adalah dirinya sendiri. 

Kelainan kepribadian ganda (multiple personality disorder) adalah diagnosis psikitatri yang menggambarkan kondisi tentang seseorang yang memiliki beberapa kepribadian yang berbeda, masing-masing dengan pola persepsi dan interaksi dengan lingkungan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Hal ini juga berakibat memori satu tidak aktif ketika kepribadian lainnya sedang mengambil alih. Gangguan kepribadian ganda terjadi di luar efek fisiologis zat kimia atau kondisi medis umum, seperti misalnya yang ditemui pada orang yang mabuk alkohol.

Kepribadian yang berbeda dapat menghasilkan petunjuk fisiologis yang berbeda. Ada beberapa pasien kepribadian ganda yang dapat berubah berbagai aspek fisiknya sesuai dengan kepribadian yang sedang aktif. Hal ini terjadi misalnya pada parameter visual, pribadi satu mengalami rabun jauh, sedangkan pribadi lain mengalami rabun dekat. Lebih ekstrim lagi, mata biru dapat berubah menjadi warna coklat setiap kali terjadi perubahan kepribadian.

Beberapa temuan fisiologis yang berbeda lainnya juga terjadi misalnya pada kasus di mana pribadi satu menderita diabetes dengan kandungan gula darah tinggi, sedangkan pribadi lain memiliki kandungan gula darah normal. Perubahan fisik ini terjadi pada seseorang saat dia mengalami peralihan kepribadian.
SUMBER: choky.blogspot.com,21 Desember 2008
***



Minggu, 15 Agustus 2010

PIKIRAN DAN PERILAKU

Oleh: ADING SUTISNA*)

“Apa yang dipikirkan manusia, itulah yang mempengaruhi seluruh keyakinan dan prilakunya” (Malik Badri)


Pikiran:
Seperti yang diungkapkan Prof. Malik Badri, Guru Besar Psikologi Universitas Khartoum, banyak pakar dalam bidang psikologi dan psiatri, memiliki pendapat tentang besarnya pengaruh pikiran manusia terhadap prilakunya. Pikiran yang “sehat” akan memengaruhi prilaku atau tindakan yang “sehat”. Sejarah telah membuktikan, banyak bencana, seperti halnya perang dunia, disebabkan oleh pikiran “sesat” pemimpin. Demikian besarnya pengaruh pikiran terhadap prilaku sesorang dan masyarakat, semua orang telah mengetahui. Akan tetapi, ketika ditanyakan, “Apakah yang dimaksud dengan pikiran?”, tidak setiap orang akan mudah menjawabnya. Walau pikiran tidak berbentuk materi atau benda yang dapat dilihat secara kasat mata. Akan tetapi setiap orang mengakui bahwa, pikiran itu ada dan nyata.
Untuk mengetahui apa itu pikiran? Dan bagaimana kaitannya dengan tindakan. Ada baiknya, saya mengutip apa yang sudah pernah ditulis oleh Anand Krishna (1999). Krishna membedakan istilah (term) thought dengan mind untuk pikiran. Menurut Krisna, thought adalah pikiran, sedangkan mind adalah kumpulan pikiran. Untuk memudahkan pengertian antara thought dengan mind, Krishna memberi contoh: Ketika kita melihat sesuatu—jam tangan mahal—apa yang terjadi? Muncul thought, “wah jam tangan itu indah”. Muncul lagi thought kedua, “ Kira-kira berapa ya harganya? Selanjutnya muncul thought ketiga, “Coba tanya harganya.” Setelah mengetahui harganya, muncul thought lagi “Uh mahal amat harganya.” Akumulasi dari berbagai macam thoughts yang saling berkaitan ini melahirkan mind. Mind menciptakan keinginan. Keinginan akan memicu tindakan (Anand Krishna, Seni Memberdayakan Diri I, 1999, h. 55).
Bila Krisna memahami thought adalah pikiran, dan kumpulan thoghts adalah mind, maka tidak jauh berbeda apa yang juga dikemukakan oleh Ibnu Qayim (1344 H). Ibnu Qayim mengartikan thought sebagai “lintasan-lintasan”. Bila setelah thought pertama muncul, dan kita tidak memberi kesempatan thought kedua, ketiga dan thought selanjut muncul, maka kita tidak akan pernah terseret oleh permainan pikiran. Bila tidak ada akumulasi thoughts, maka tidak akan ada mind. Dan bila tidak ada mind, maka tidak aka ada keinginan. Dengan uraian yang serupa Ibnu Qayim dalam Al-Fawaid mengemukakan,”Lawanlah lintasan itu! Jika dibiarkan, ia akan menjadi fikrah (gagasan). Lawanlah fikrah itu. Jika tidak ia akan menjadi syahwat (xxxx). Lawanlah syahwat itu. Jika tidak ia akan menjadi azimah (hasrat). Apabila ini tidak juga dilawan, ia akan menjadi perbuatan. Dan jika perbuatan itu, tidak ditemukan lawannya, maka ia akan menjadi kebiasaan, dan setelah itu sulit bagi kita meninggalkannya.”
Para ahli ilmu syaraf (neurolog) mengartikan pikiran sebagai suatu hasil proses yang berkaitan dengan dengan aktivitas otak dengan memanfaatkan koordinasi panca indra (Suwardi Tanu, h.3). Dalam otak kita sesungguhnya ada beberapa sistem yang terus-menerus bekerja, yaitu Sistem Sensoris (sistem sel-sel syaraf penerima rangsangan yang diterima oleh panca indra), Sistem Motorik (sistem sel-sel syaraf yang bertugas memerintah dan menggerakan bagian-bagian atau organ-organ tubuh), dan Sistem Asosiasi (sistem sel-sel syaraf yang menghubungkan atau menggabungkan segala sesuatu yang diperoleh dari apa yang dilihat, dialami, atau diingat. Ketiga sistem ini bekerja di otak, yaitu pada pada dan dalam lapisan Cortex, yang terdiri dari ratusan juta sel (Dr. Setiawan dalam Anand Krishna, Ilmu Medis dan Meditasi, 2000, h.13).

Perilaku:
Dalam al-Qur’an istilah (term) Nafs memiliki banyak arti. Nafs dapat diartikan sebagai: jiwa (soul); pribadi (person); diri (self atau selves); hidup (Life); hati (heart); pikiran (mind). Nafs, bisa juga diartikan sebagai pengertian yang sudah umum, dan bersifat pejoratif yaitu: nafsu atau Hawa Nafsu {(hawa al-nafs yang memiliki arti: keinginan diri (sendiri)}. Masyarakat sering memberikan arti “hawa nafsu” berkonotasi negativ. Hal itu tidak sepenuhnya keliru, karena “keinginan diri sendiri” itu memang tidak selamanya baik. Bila nafs diartikan sebagai “hawa nafsu”, al- Qur’an menjelaskan ada dua kemungkinan pada nafsu:
- “Hawa Nafsu” yang mendorong kepada keinginan-keinginan rendah atau disebut juga al-nafs Ammarah,
- dan ada “Hawa Nafsu” yang mendorong kepada kebaikan atau disebut juga al-nafs Muthmainah.
Karena “hawa nafsu” juga mendorong kepada keinginan-keinginan rendah, agama mengajarkan agar kita memerangi dan mengalahkan “hawa nafsu” yang condong kepada keinginan-keinginan rendah. Namun, disamping ada “hawa nafsu” yang mendorong kepada keinginan-keinginan rendah, dalam diri manusia, terdapat “hawa nafsu” yang mendorong manusia kepada keinginan-keinginan baik (fitrah) atau ke arah kebaikan. Al-Qur’an menjelaskan, “hawa nafsu” yang dapat mendorong manusia ke arah kebaikan, yaitu hawa nafsu yang diberi rahmat Allah SWT. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, bagaimana agar hawa nafsu dapat diberi rahmat oleh Allah SWT?
Sebelum memberi jawaban atas pertanyaan di atas, para ulama menjelaskan bahwa, kita harus lebih dahulu mengetahui apa yang menyebabkan timbulnya keinginan-keinginan diri (hawa al-nafs) yang mendorong diri pada keinginan-keinginan rendah. Para neourologis (ahli syaraf) menjelaskan, keinginan-keinginan diri (hawa al-nafs) timbul karena adanya informasi baru yang sampai ke otak, maupun informasi lama yang telah terekam lama (atau bahkan yang sangat lama) di dalam otak. Informasi baru ditangkap oleh panca indra, terkirim melalui sistem syaraf, diteruskan ke otak, dan diolah oleh berbagai bagian otak. Proses informasi itu sedemikian cepatnya. Para ulama klasik, seperti Ibnu Qayim, mengartikan informasi pada waktu itu sebagai “lintasan-lintasan” (dalam bahasa Arab disebut sebagai: khawatir). Ibnu Qayim menjelaskan, pikiran (afkar) terbentuk karena adanya lintasan (khawatir). Kemudian pikiran membentuk motif (dafi’) atau keinginan. Jika motif atau keinginan bertambah kuat, maka akan mengejawantah dalam bentuk tindakan, dan apa bila tindakan itu dilakukan berulang kali, maka akan menjadi kebiasaan (Malik Badri, 2001, h.49). Selanjutnya Ibnu Qayim menjelaskan, manusia tidak diberi kekuatan untuk mematikan lintasan, karena ia menyerang manusia dari dalam dirinya. Hanya karena kekuatan iman (nurani) dan akal-lah (al-nafs lawwamah) yang mampu menolong untuk menyeleksi lintasan yang baik dan buruk. Ibnu Qayim selanjutnya mengatakan, bahwa agar lintasan, maupun yang telah mewujud dalam bentuk pikiran, tetap berada dalam bingkai kebaikan. Beliau menyarankan agar manusia senantiasa ber-zikir. Hanya dengan ber-zikir yang mengantarkan manusia untuk meningkatkan kesadaran dirinya, manusia baru dapat mengendalikan lintasan atau pikiran yang akan mengdorong manusia ke arah kebaikan.
Al-Ghazali (450 H s/d 505 H) berpendapat, mengendalikan lintasan atau pikiran melalui zikir harus dilakukan melalui latihan (riyadhah) yang sifatnya terus-menerus. Awalnya, dengan memaksakan diri (takalluf). Latihan yang pada awalnya dilakukan dengan memaksakan diri, jika hal tersebut dilakukan secara terus-menerus, pada akhirnya akan menjadi kebiasaan. Jika telah menjadi kebiasaan, maka hal itu menunjukan adanya hubungan antara jiwa dengan raga. Sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah, Zikir yang bagaimana yang dapat meningkatkan kesadaran diri?
Anand Krisna, seperti halnya Van Peursen berpendapat, karena “lintasan” dan pikiran berhubungan dengan nafas, maka bila ingin mengendalikan “lintasan” atau pikiran, maka kita harus bisa mengendalikan nafas. Para pskiater mengatakan, orang yang banyak pikiran, ritme nafasnya tidak teratur. Maka resep praktis untuk mengendalikan “lintasan” atau pikiran menurut Krisna, duduklah dengan tenang, santai. Pejamkan mata. Cobalah bernafas melalui hidung. Jangan melalui mulut. Pikiran kita, kita arahkan ke lobang hidung kita. Perhatikanlah ketika kita menghirup dan mengeluarkan udara melalui lubang hidung kita. Lakukanlah hal itu selama beberapa menit. Maka, kita rasakan pikiran kita menjadi lebih tenang. Ritme nafas kita menjadi lebih teratur. Cara itu akan lebih efektif bila, hal itu kita lakukan bukan hanya memperhatikan ke luar-masuknya udara melalui lubang hidung kita, tetapi melalui pernafasan sempurna yang dibarengi dengan zikirullah (mengingat Allah). Pernafasan sempurna, adalah pernafasan yang memainkan ritme rongga perut. Bila hal itu dilakukan secara disiplin, maka lintasan dan pikiran dapat kita kendalikan.
Seperti kata para ulama, “sesungguhnya apa yang dipikirkan manusia itulah yang memancarkan pengaruh terhadap seluruh keyakinan dan prilakunya” (Malik Badri, h.41). Maka menurut hemat penulis, upaya untuk meningkatkan kesadaran diri, hanya dapat dilakukan apabila kita bisa mengendalikan “lintasan” atau pikiran melalui latihan (riyadha) pengendalian “lintasan” atau pikiran secara disiplin dan kontinyu, Bila hal itu kita lakukan dengan disiplin dan kontinyu, maka manfaatnya akan bisa kita rasakan. Kita menjadi lebih sehat, bukan hanya jasmani kita yang sehat, akan tetapi emosi kita menjadi lebih positiv. Dan cara itu akan lebih efektif apa bila disertai dengan zikir (mengingat) Allah SWT. Latihan mengendalikan “lintasan” atau pikiran melalui latihan (riyadha) oleh nafas yang disertai zikir kepada Allah, akan memberikan manfaat yang jauh lebih besar, karena bukan hanya jasmani kita yang sehat, emosi kita yang lebih positiv, akan tetapi latihan tersebut juga akan meningkatkan spiritualitas kita. Dari uraian di atas maka kita, dapat mengambil hikmah, mengapa Allah SWT mewajibkan kita untuk melakukan Sholat dan Zikir.
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikan shalat untuk mengingat Aku” {Q.s. (20) Thaha:14}

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, pikiran menjadi tentram” {Q.s. (13) Ar Ra’d: 28}

Para ahli, sudah lama mengetahui ada keterhubungan antara nafs (dalam arti pikiran) dengan nafas. Menurut Van Peursen, setelah nafas hidup ditiupkan ke dalam badan manusia, maka timbulah jiwa. (C.A. Van Peursen: Tubuh, Jiwa, Roh; 1981). Apa yang diuraikan oleh Van Person, mengingatkan kita pada tiga ayat dalam al-Qur’an, yaitu: Q.s. al-Sajadah: 7-11; Q.s. Shad:72; Q.s. al-Hijr:28-29. Kesemua ayat-ayat yang dipaparkan di atas menceritakan tentang roh yang ditiupkan ke dalam tubuh manusia. Keterangan lebih lengkap tentang hal tersebut disampaikan dalam Q.S. al-Sajadah: 7-11
Dari ayat tersebut di atas diperoleh keterangan bahwa manusia yang hidup di dunia ini terdiri dari jasmani, dan baru hidup menjadi manusia yang utuh setelah ditiupkan roh kedalam tubuhnya. Jika roh itu dicabut atau tidak ada, maka manusia akan mati. Akan tetapi, kelak manusia secara utuh akan dihidupkan kembali. Dari ayat tersebut di atas, (terkesan) bahwa setelah roh ditiupkan maka manusia lalu bisa mendengar, melihat, dan merasakan sesuatu. Roh sama dengan Jiwa, perbedaannya, Jiwa adalah Roh yang telah mempribadi atau Roh yang telah masuk kedalam Raga {tubuh, termasuk padanya otak (brain)}. Jiwa sangat bergantung pada Raga {tubuh, termasuk padanya otak (brain)}, sedangkan Roh tidak bergantung pada Raga. Jiwa menjadi tiada jika Raga tiada. Roh tetap ada, walau Jiwa tiada (Hendrawan Nadesul dalam Kata Pengantar, Memahami Otak, 2003). Dalam al-Qur’an, manusia sering disebut juga sebagai Jiwa (lihat: Q.s. al-An’am:151).
Apakah ada hubungan antara Ruh dengan Nafas?
Dalam menafsirkan Q.s.15 al-Hijr:28-29, Syaikh Hakim Mu’inuddin Chisyti menjelaskan, Allah menggunakan kata nafas untuk nafas dari-Nya, dan menggunakan kata Ruh untuk Ruh dari-Nya. Hal ini memperkuat fakta bahwa manusia berasal dari Allah, milik Allah, untuk Allah, dan pada akhirnya akan kembali kepada Allah (Penyembuhan Cara Sufi, h.189). Ruh memiliki hubungan dengan nafas. Setelah nafas hidup ditiupkan ke dalam badan manusia, maka timbulah jiwa (C.A. Van Peursen, 1981), Tanjung Priok, 5 Januari 2007.
Wawlahu a’lam bis-showab.
*) Pengurus Majlis Taklim NURUT TAQWA


Rabu, 11 Agustus 2010

Qolbu Bukan Hati III: Qolbu = Otak

Allah telah menciptakan alam semesta yang terdiri dari langit dan bumi dan segala isinya ini tentu saja dengan suatu konsepsi yang pasti dan terukur. Tidak dapat kita temukan sedikitpun kecacatan pada hasil ciptaannya, yaitu dari benda luar angkasa yang sangat besar hingga bakteri terkecil dalam tubuh manusia maupun hewan. Dengan adanya alam semesta yang begitu luasnya ini sangat mustahil jika tidak ada fungsinya atau sia-sia.sebagai suatu analogi adalah, jika manusia menciptakan sesuatu pasti ada tujuannya, semisal manusia menciptakan telephone, tidak mungkin telephone tadi tidak memiliki fungsi telephone yang diciptakan manusia berfungsi untiuk komunikasi jarak jauh. Begitupun dengan manusia, ketika diciptakan oleh Allah, tidak mungkin seorang manusia itu diciptakan tanpa tujuan dan fungsi yang jelas. Sungguh aneh jika manusia tidak tahu apa tujuan dia diciptakan. Hari ini mayoritas manusia tidak sadar apa sebenarnya tujuan dia diciptakan. Manusia mampu berpikir namun sangat jarang manusia yang mau berfikir untuk apa dia diciptakan. 
Qs.23:115:
“Maka apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami ?”
Manusia adalah bagian kecil sebuah system alam semesta, sebagai bagian dari alam semesta, sangat penting bagi manusia itu mengenal siapa dirinya dan apa fungsi dia dalam sistem alam semesta ini. Jadi selain manusia harus tahu tujuan penciptaannya dia juga harus tahu siapa sebenarnya manusia itu. Untuk mengetahui siapa sebenarnya manusia maka diperlukan ilmu utuk menjawab semua pertanyaan tersebut. Berbicara masalah ilmu maka kita gunakan Al-Qur’an sebagai pedoman atau bashoir.
Qs.45:20:
“Al-Quran Ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.”
Manusia diciptakan dengan berbagai macam bahasa warna kulit, rambut, dan lain sebagainya. Perbedaan manusia secara fisik tersebut menciptakan adanya suatu perbedaan bangsa ras maupun etnis. Tiap ras dan etnis tersebut berasal dari nenek moyang yang berbeda-beda. Pemahaman kita selama ini menganggap bahwa serluruh manusia berasal 2 dua orang manusia saja. Pemahaman seperti ini terbantah oleh adanya teori genetika yang mengatakan bahwa dalam tubuh manusia terdapat yang namanya DNA yaitu pembawa karakter. Jika orang negro yang memiliki karakter berkulit hitam rambut keriting tidak akan menurunkan atau melahirkan anak yang berkulit putih dan berambut lurus. Dapat disimpulkan bahwa sebenarnya tiap bangsa berasal dari dua pasang manusia saja. Manusia ketika diciptakan berawal dari ketiadaan menjadi ada.
Qs.19:67:
“Dan Tidakkah manusia itu memikirkan bahwa Sesungguhnya kami Telah menciptakannya  dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali ? “
Dalam proses penciptaan manusia melalui 6 fase penciptaan.
Qs.23:12-14:
“Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah, Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim), Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”
Awal proses penciptaan manusia berasal dari sepasang manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Qs.49:13: 
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang  perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
yang pertama, manusia berasal dari mineral tanah yang bermacam-macam, kemudian terserap oleh tanaman. Kemudian tanaman tersebut dimakan manusia atau hewan, hewan kemudian dimakan oleh manusia. Mineral dan zat yang yang terkandung dalam tanaman dan hewan yang berasal dari tanah tadi berproses dalam tubuh manusia sehingga sebagian menjadi sperma pada pria dan menjadi sel Ovum Pada perempuan.
Kedua, sperma kemudian membuahi sel ovum kemudian ovum yang dibuahi oleh sperma membentuk zigot (‘alaqoh) yaitu sel yang membelah dari 2 menjadi 4, dari 4 menjadi 8 dan seterusnya. Zigot ini menempel pada dinding rahim agar zigot tadi dapat memperoleh zat makanan dari peredaran darah yang membawa zat makanan.
Ketiga, zigot tadi berkembang menjadi gumpalan daging atau embrio bakalan calon organ-organ tubuh vital manusia.
Ke-empat, embrio tadi menjadi tulang-tulang pembentuk tubuh embrio janin.
Kelima, tulang-tulang tersebut terbungkus oleh otot dan sendi.
Kemudian ke-enam yaitu menjadi makhluq dengan berntuk lain yang berbeda dari asal muasalnya.
 
Setelah manusia sempurna penciptaanya, manusia disempurnakan fisiknya dengan diberikan:
1. Mata
2. Telinga
3. Qolbu 
Sebagai modal awal manusia menjalani hidupnya dengan beribadah kepada penciptanya. Inilah yang membedakan antara manusia sebagai ahsanal kholiqin dengan makhluk lainnya. Dengan bermodal penglihatan pendengaran dan Qolbu manusia dituntut memfungsikan sarana-sarana untuk beribadah. Untuk memfungsikan sarana tersebut yaitu dengan ilmu.
Qs.17:36:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”
Qolbu yang sering tersebut didalam alqur’an seringkali diartikan dengan hati, muncul suatu pertanyaan, benarkah qolubu itu hati? Secara harfiah qolbu memiliki arti bolak-balik, bukan hati. Secara fungsi qolbu berfungsi untuk memahami.

Qs.7:179:
“Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai Qolbu, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) “
Jika kata qolbu diarikan dengan hati, apakah hati dapat berfungsi untuk memahami atau berfikir. Pemahaman seperti ini sangat bertentangan dengan ilmu kedokteran, karena yang berfungsi untuk memahami hanyalah otak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jika otak dapat untuk memahami, dan dalam alqur’an qolbu berfungsi untuk memahami, berarti qolbu memiliki fungsi yang sama dengan otak. Karena hati fungsinya adalah untuk menawarkan racun, mengubah zat gula menjadi glycogen. Sedangkan jantung memiliki fungsi utama memompakan darah ke seluruh tubuh. Tidak ada satu pun fungsi hati, demikian pula jantung, yang berfungsi untuk memahami atau pun berpikir. Oleh karenanya, lebih tetap apabila qolbu diartikan sebagai otak atau diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan kerja otak.
Dalam ilmu kedokteran otak memiliki tiga bagian yang memiliki fungsi masing-masing. Yaitu otak besar, otak kecil, dan otak tengah.
1. Otak Besar (cerebrum), dalam bahasa arab lebih tepat diartikan sebagai fu’ada.
Otak besar dalam bahasa qur’annya adalah fu’ada yang merupakan pusat kecerdasan. Segala infornasi atau ilmu dari alam masuk melalui otak besar. fungsi dari fu’ada sendiri adalah sebagai pusat saraf panca indra, untuk menghitung, menghafal, menganalisis. Inilah otak manusia yang berfungsi untuk berakal. Sebagai contoh ketika seseorang sedang dihadapkan suatu masalah yang rumit dia pasti akan berfikir untuk mencari jalan keluarnya. ketika dia sedang berfikir tadi maka otak besarnya sedang bekerja.
2. Otak Tengah (Hypotalamus), dalam bahasa arab lebih tepat diartikan sebagai nafs.
Otak tengah adalah bagian otak yang berfungsi sebagai pusat emosi. Apapun bentuk emosinya semuanya bermuara di nafs. Fungsi otak tengah adalah sebagai pusat rasa yaitu rasa sedih,benci, marah, dan lain sebagainya. Sebagai pusat keinginan 
Qs.3:14: 
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.”
Sebagai contoh ketika seseorang merasa sedih dan menangis pada saat itu yang bekerja adalah otak kecilnya. Orang melakukan sesuatu karena dasar rasa selalu mengarah kepada kesalahan atau kerusakan. 
Qs.12:53: 
“Dan Aku tidak membebaskan diriku dari nafs, Karena Sesungguhnya nafs itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafs yang diberi rahmat oleh Robbku.  Sesungguhnya Robbku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang”.
3. Otak Kecil, dalam bahasa arab lebih tepat diartikan shudur. 
Otak kecil berfungsi sebagai pusat kesadaran,akurasi, mengatur keseimbangan, daya ingat. Dengan cerebellum ini maka segala ilmu yang telah kita pelajari dengan baik, akan tersimpan, dan dapat bekerja secara otomatis. Sehingga jika seseorang dihadapkan suatu masalah dapat berbeda cara menghadapinya tergantung apa yang tersimpan di dalam sudur. Jadi jika sudur terisi dengan pola pikir musyrik maka cara menghadapinya dengan cara musyrik, jika sudur terisi oleh alqur’an maka cara menghadapinya pun dengan cara qur’an. 

Ilmu sebagai Software & Otak sebagai Hardware:
Ilmu tidak akan berguna tanpa adanya otak sebagai mesin pengolah ilmu, dan otak tidak akan berfungsi tanpa ilmu karena tidak ada yang diolah.
Alqur’an dalam Kesadaran Manusia:
Teks alqur’an adalah sebuah ilmu yang masih berupa petunjuk, yang sifatnya teoritis. Al-Qur’an hanya akan menjadi sebuah teori saja bila tidak diaplikasikan oleh manusia. 
Alqur’an memiliki tiga dimensi: 
Qs.2:185:
“beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).”
Kita jadi teringat konsep mabadi tsalatsa yaitu konsep tentang sesuatu itu akan eksis jika memenuhi tiga hal. Begitupun dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an memiliki tiga dimensi yaitu dimensi sebagai huda (petunjuk), bayyinat (bukti dari petunjuk), dan furqon (pembeda).
Dimensi Al-Qur’an sebagai huda (petunjuk) adalah berisi tentang teori atau cara berpikir yang mana bersifat tekstual. Al-Qur’an sebagai petunjuk memiliki fungsi sebagai symbol dari sebuah kenyataan untuk menimbulkan sebuah pemahaman. Semisal ketika kita ingin mencari suatu daerah yang kita belum tahu, kita melihat peta, di peta tersebut kita menemukan tulisan Yogyakarta, tulisan yogyakarta tersebut bukan berari disitulah yogyakarta namun sebagai penunjuk saja. 
Dimensi Al-Qur’an yang ketiga yaitu bayyinat yang merupakan bukti real dari petunjuk. Fungsinya adalah sebagai aplikasi dari teori atau petunjuk. Semisal dipeta tertulis bahwa sebelah selatan jogja adalah bantul bayyinatnya adalah ketika kita berjalan mengikuti arah selatan dari jogja kita menemukan daerah bantul. begitupun dengan alqur’an, harus dapat diaplikasikan, jika tidak dapat diaplikasikan maka tidak akan ada manusiapun yang percaya kepada kebenaran alqur’an, Bantul itulah bukti dari petunjuk peta tadi. 
Dimensi Al-Quran yang ketiga yaitu adalah furqon (pembeda) yang merupakan hasil dari bukti tersebut. Semisal peta tadi kita dapat membedakan bahwa bantul itu berlokasi lebih selatan daripda kota jogja. Begitupun dengan alqur’an Alqur’an tidak akan dapat membedakan yang benar dan yang salah jika tidak dapat dibuktikan. Agar alqur’an dapat teraplikasi maka harus menjadi Ruh dengan cara memasukan alqur’an kedalam kesadaran.
Qs.42:52 :
“Dan Demikianlah kami wahyukan kepadamu Ruh dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”.
Al-Qur’an sebagai ilmu yang akan merombak kesadaran masyarakat dunia, harus menjadi pola pikir bagi mereka yang mengaku berqur’an. Muhammad 14 abad tahun yang lalupun berjuang hanya ingin menjadikan alqu’an ini sebagai teori atau ilmu yang dapat diaplikasikandan menjadi suatu kebiasaan dan menjadi nur bagi seluruh ummat manusia. Alqur’an tidak akan menjadi nur bagi manusia jika alqur’an hanya sekedar buah bibir saja. Banyak orang tahu bahwa alqur’an adalah suatu pedoman hidup terbaik sepanjang masa namun perkataan ini tidak akan dapat menjadi kenyataan manakala Al-Qur’an ini hanya menjadi omong kosong saja. Al-Qur’an hanya akan menjadi rahmat bagi mereka yang mau mengamalkannya.
Sumber: www.buruj8.wordpress.com, 29 Maret 2009





Senin, 09 Agustus 2010

Qolbu Bukan Hati II

Jum’at, tanggal 6 Agustus yang lalu, saya berkesempatan sholat jum’at di masjid Baitul Ilmi. Karena pengurus masjid Baitul Ilmi, dan masyarakat sekitarnya mayoritas bermahzab Ahlu sunnah wal jama’ah, NU tepatnya, maka sebelum khotib naik mimbar, ada beberapa informasi yang disampaikan oleh Pembawa Acara. Diantaranya disampaikan bahwa khotib pada jum’at ini adalah Al Mukarom al-Ustad Djony Edward, yang akan menyampaikan dan menjelaskan tentang Qolb, Fuad, dan Lub.

Khutbah Ustad Djony sangat menarik dan sarat refrensi, terutama refrensi dari Ulama Besar Tasauf, Syeikh Abdul Aziz bin Ahmad bin Said, dan Syeikh Mulla Sadra. Karena Ustad Djony menyampaikannya sangat menarik, saya melihat sekeliling saya, tidak ada jama’ah yang kelihatan tertidur ketika Ustad Djony menyampaikan khutbahnya. Saya pun demikian. Karena topik khutbah yang disampaikan Ustad Djony telah menjadi perhatian saya cukup lama. Saya pun menyimaknya baik-baik. Tidak lupa. Saya mengeluarkan bolpoint dan selembar kertas yang selalu saya siapkan dikantong saya. Saya catat beberapa point penting dari materi khutbah. Karena sudah lama topik tentang Qolb menjadi perhatian saya. Apa yang telah disampaikan oleh Ustad Djony melalui khutbahnya, meski menarik penyampainnya, dan mengutip pendapat dua ulama besar. Tetap saja, banyak hal yang Saya tidak sependapat. Tetapi saya tidak bisa menginterupsi Ustad Djony. Saya khawatir, bila saya menginterupsi Ustad Djony, sholat jum’at saya menjadi tidak sah. Dengan sabar saya mencatat beberapa hal yang nanti, setelah usai sholat, seperti biasa, seperti dengan khotib-khotib lain yang menyampaikan materi khutbah yang menarik bagi saya. Setelah sholat, saya menghampiri khotib, meski hanya sekedar mengucapkan terima kasih.

Seusai sholat sunah, saya melihat Ustad Djony sedang berbincang-bincang dengan Pengurus Masjid Baitul Ilmi, saya mulai menghampiri beliau. Setelah mengucapkan salam, dan memperkenalkan diri sebagai Al-Fakir. Saya menyampaikan beberapa pertanyaan dan pendapat yang berkaitan dengan topik yang telah disampaikan dalam khutbah tadi. Dengan didahului permintaan ma’af, karena khawatir apa yang akan saya sampaikan akan menyebabkan beliau tidak berkenan. Saya sampaikan kepada beliau. Tadi, apa yang Ustad sampaikan dalam khutbah cukup menarik, hanya bagi saya masih terlalu normative, retoris, dan belum fungsional. Pada hal masalah Qolb itu adalah masalah yang riel, dan sangat penting. Masalah qolb sangat berkaitan dengan kualitas akhlak manusia. Dan masalah akhlak manusia adalah masalah yang riel, masalah yang nyata. 

Menurut saya, Ustad. Bila kita tidak memahami qolb (Apa, Mengapa, Bagaimana, dan Kapan?) secara benar, riel, dan fungsional. Bagaimana kita akan mengetahui cara-cara dalam meningkatkan kualitas akhlaq kita? Bagaimana kita akan memahami secara benar, riel, dan fungsional bila kita mengartikan Qolb itu sebagai Jantung atau Hati? Sementara, dunia kedokteran menjelaskan bahwa Jantung dan Hati tidak berkaitan dengan kualitas prilaku manusia. Sampai dengan saat ini, dunia kedokteran (khususnya kedokteran jiwa), berpendapat bahwa Otak termasuk fungsi luhur manusia. Jantung dan Hati tidak dimasukan sebagi fungsi luhur manusia. Orang yang mengalami cidera otak karena kecelakaan atau karena serangan strok. Bila cidera itu mengenai wilayah motoris atau wilayah memorinya, bisa dipastikan orang tersebut akan mengalami perubahan prilaku. Orang yang mengalami stress berkepanjangan, apalagi hingga menderita depresi. Dapat dipastikan, prilaku orang tersebut juga akan berubah. Semua itu terjadi dalam wilayah dan kerja otak, bukan dalam wilayah dan kerja hati atau jantung. 

Pak Ustad, saya masih ingat ucapan guru ngaji saya. Dalam Islam, ayat-ayat Qur’aniyah akan selalu berkesesuaian dengan ayat-ayat Qauniyah. Atas dasar itu maka, menurut saya, janganlah mengartikan qolb atau qolbu dengan hati atau jantung. Karena hal itu, selain menyesatkan, karena tidak berkesesuaian dengan pemahaman atas praktek-praktek ibadah yang lain. Seperti, dengan ibadah wudhu: Kepala yang dibasuh, sementara dada dan perut tidak dibasuh. Dengan ibadah sholat: Kepala (atau kening) yang ditempelkan dilantai, tidak diperintahkan untuk menempelkan dada atau perut kelantai atau tiarap. Mengartikan qolb dengan hati atau jantung juga tidak sesuai dengan peran dan fungsi organ itu dalam ilmu kedokteran.

Karena Ustad Djony ada keperluan lain. Beliau tidak sempat menjawab pertanyaan-pertanyaan saya. Beliau berjanji akan menjawabnya secara tertulis. Segera saya berikan alamat email saya dan blog saya. Saya sampaikan sama beliau. Pak, jangan lupa membuka blog saya: adinglkppi.blogspot.com. Dan jangan lupa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan saya tadi. Terima kasih pak. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. 
 


Minggu, 01 Agustus 2010

Qolbu Bukan Hati

Oleh: ADING SUTISNA*)

 “Ingatlah! Bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal mudghoh, bila mudhgoh itu baik, akan baiklah seluruh tubuh itu, dan bila mudhgoh itu rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Mudhgoh itu adalah Qolbu”. (HR. Bukhari dan Muslim)

          Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim di atas sering dikutip oleh para mubaligh, dan para penulis ketika membahas tentang pentingnya qolbu. Para mubaligh dan penulis sering mengartikan mudghoh sebagai daging, dan mengartikan qolbu sebagai hati. 
 
          Seperti yang dimuat dalam Ensiklopedia Islam Indonesia, dalam sejarah pemikiran Islam kalbu merupakan salah satu daya dari dua daya yang dipunyai ruh. Daya pertama adalah daya berpikir yang disebut akal berpusat dikepala, sedangkan daya adalah daya merasa yang disebut kalbu (qalb) yang berpusat di dada (Ensiklopedi Islam, 2002, Harun Nasution, dkk, Jilid 3: O-Z, Penerbit Djambatan). 

          Menurut Al-Ghazali dalam karya monumentalnya, Ihya Ulumuddin, pemikiran atau perenungan itu dilakukan mulai dari hati (qalb = kalbu) yang berpusat di dada, bukan dilakukan melalui akal yang berpusat di kepala. Pendapat ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat al-Hajj (22) ayat 46, Qs. 9 at-Taubah:93; Qs. 47 Muhammad: 24. Selanjutnya Al-Ghazali berpendapat hati laksana cermin yang dapat menangkap sesuatu yang ada diluarnya. Untuk dapat menangkapnya dengan baik, hati harus bersih dari berbagai macam dosa. Selanjutnya menurut Al-Ghazali, “hati” dapat berarti dua macam, yaitu hati dalam arti jasmani, dan hati dalam arti rohani. Hati dalam arti rohani merupakan esensi manusia. Adapun yang dimaksud hati dalam pembahasan Al-Ghazali adalah bukan hati dalam pengertian jasmani yang berupa benda sebagai alat yang terletak di dalam dada kiri manusia. Pengertian mudghoh sebagai daging, dan qalbu sebagai hati atau jantung yang memiliki fungsi berfikir dan memahami sesuatu menurut sebagian besar ulama termasuk Al-Ghazali, fungsi hati menurut pengertian agama, khususnya Islam sangat berbeda dengan fungsi hati atau jantung dalam dunia kedokteran (lihat Al-Ghazali dalam karyanya: Ihya Ulu Mudin atau Keajaiban Hati). 
 
          Dalam dunia kedokteran, khususnya anatomi dan neurology (ilmu syaraf), pengertian seperti hati seperti diungkapkan di atas tentunya akan menimbulkan pertanyaan, apakah tepat mudghoh diartikan sebagai daging, dan qolbu diartikan sebagai hati? Karena, menurut anatomi dan neurologi, hati (lever) tidak memiliki fungsi atau tidak ada hubungannya dengan baik-buruknya (kualitas) prilaku (akhlaq) manusia. Seperti yang diungkapkan Hendrawan Nadesul, seorang dokter sekaligus seorang penulis produktiv, otak manusia-lah yang menentukan niat, pikir, emosi, dan prilaku manusia. otak manusia ibarat kaset lagu. Dari luar semua tampak sama, tapi kita baru mengenal siapa seseorang setelah kaset di kepalanya diputar. Tiap orang punya lagu yang berbeda-beda. Martabat seseorang ditentukan oleh isi lagu di otaknya (Memahami Otak, 2003, Penerbit KOMPAS, hal:ix-x). Menurut Pasiak, orang boleh saja terganggu jantungnya, ginjalnya kurang berfungsi, paru-parunya bocor, kangker pada hatinya. Tetapi gangguan-gangguan itu tidak sampai mengubah kepribadian mereka. Mereka tidak menjadi "orang lain". Lain halnya bila otak mereka sakit. Kerusakan otak yang parah akan menimbulkan perubahan kepribadian. Banyak pasien stroke yang sebelumnya periang menjadi pemurung. Banyak yang tadinya penyabar, kemudian menjadi pemarah. Beberapa pasien yang tadinya pemalu, berubah menjadi "tidak tahu malu". Perubahan kepribadian karena kerusakan otak, banyak dilaporkan dalam buku-buku teks ilmu saraf (Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ: Antara Neurosains dan Al-Qur'an, 2005, Mizan, h.36-37).
 
          Tulisan ini di latarbelakangi untuk memenuhi rasa ingin tahu, apa arti sebenarnya dari mudhgah dan qolbu. Baik dari sisi pemahaman agama Islam, maupun dari sisi ilmu kedokteran, khususnya anatomi dan neurologi. Karena menurut pemahaman penulis, satu pemahaman yang benar terhadap suatu istilah yang terdapat dalam Al-Qur’an, maupun dalam Hadist adalah pemahaman tersebut tidak bertentangan dengan pemahaman atas istilah tersebut dalam kaca mata ilmu pengetahuan. Hal tersebut sejalan dengan ungkapan, pemahaman kita yang benar atas ayat-ayat qur’aniyah, tidak mungkin bertentangan dengan pemahaman kita atas ayat-ayat qauniyah. Jika belum ada kesesuaian atas pemahaman kita terhadap ayat-ayat qur’aniyah dengan ayat-ayat qauniyah, hal itu mungkin disebabkan oleh pemahaman kita yang belum benar dalam memahami ayat-ayat qur’aniyah, atau mungkin pemahaman kita yang belum benar dalam memahami ayat-ayat qauniyah. 
 
          Karena demikian pentingnya kedudukan qolbu atas kualitas prilaku manusia, sebagaimana disebut dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim di atas, menurut penulis kesalahan penafsiran terhadap istilah (term) qolbu, akan menimbulkan kesalahan dalam mengupayakan langkah-langkah memperbaiki atau meningkatkan kualitas akhlaq (prilaku) manusia.

Pengertian Qolbu
 
          Dalam bahasa Arab, istilah (term) qalb digunakan untuk menyebut banyak hal, isi, bagian dalam, bagian tengah, dan untuk menyebut sesuatu yang murni (Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir: Kamus Arab-Indonesia, 1984, Pesantren Al-Munawir, Yogyakarta, h.3806-3807), bukan untuk menyebut organ tubuh yang disebut hati, sementara untuk organ hati itu digunakan term al-kabid (Ibnu Manzur dalam Achmad Mubarok, Psikologi Qur’ani, 2001, Pustaka Firdaus, h.40). Sedangkan dalam al-Qur’an qalb diartikan sebagai alat untuk memahami realitas dan nilai-nilai seperti yang tersebut dalam Qs. 22 al Hajj: 46, atau pada surat 7 al-A’raf: 179. Dalam ayat tersebut qalb mempunyai potensi yang sama dengan akal (Achmad Mubarok, h.41). Dan akal merupakan hasil kerja otak (Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ, 2005, Mizan Pustaka, h. 206). 
 

Kesimpulan:         

          Dari penelusuran beberapa literature baik yang mengupas tentang qalb atau qolbu dan yang mengupas tentang otak (Taufiq Pasiak, h. 204; Muhammad Kamal Abdul Azis, Ensiklopedia Keajaiban Tubuh Manusia Berdasarkan Al-Qur’an dan Sains, 2008, Citra Risalah, Yogyakarta, h.120; Hendrawan Nadesul dalam Memahami Otak, 2003, Kompas Media Nusantara, h. ix-xix) , penulis menyimpulkan arti yang tepat untuk qalb atau qolbu adalah otak. Kalau qolb diartikan sebagai otak, apa arti yang tepat untuk mudhgoh dalam hadis Bukhori dan Muslim di atas, dan arti sadr seperti dalam Qs. 94 Alam Nasyrah:1, dan di beberapa surat lain dalam Al-Qur’an. Penulis menyimpulkan arti yang tepat untuk term mudhgoh adalah organ. Seperti Mubarok menerjemahkan mudhgoh dalam hadis Bukhori dan Muslim (Mubarok, Psikologi Qur’ani, h.48). Sedangkan term sadr lebih tepat diartikan sebagai rongga, khususnya rongga kepala. Sedangkan term qolb atau qolbu lebih tepat diartikan sebagai otak beserta proses dan hasil kerjanya (pikiran, mengingat, perasaan, pemahaman, akal, dan sebagainya).
 
          Sampai dengan saat ini, dengan kemajuan perkembangan teknologi dalam bidang kedokteran, hampir semua organ manusia dapat ditranplantasikan dari satu orang ke orang lain, kecuali otak. Otak ibarat CPU (Central Prossesing Unit) bagi computer. Gangguan otak disebabkan karena cidera, atau sebab lain, sering merubah prilaku seseorang. Orang gila, sering ditampakan dengan prilaku yang menyimpang, adalah orang yang mengalami gangguan pada kerja otaknya, bukan pada hatinya (atau lever-nya).

              Membasuh kepala, merupakan salah satu rukun berwudhu. Hal itu merupakan metafora (simbolik atau majaz), agar kita selalu berusaha mensucikan pikiran kita. Kita tidak diperintahkan untuk membasuh dada dan perut kita ketika kita berwudhu, pada hal letak jantung berada di rongga dada, sementara hati (lever) berada di rongga perut. Untuk itu, penulis berpendapat lebih tepat mengartikan term qolb atau qolbu sebagai otak, bukan hati (lever) atau jantung (cardiac). Dengan mengartikan term qolb atau qolbu sebagai otak beserta proses dan hasil kerja otak (pikiran, mengingat, perasaan, pemahaman, akal, dan sebagainya), akan lebih berkesesuaian atau sejalan dengan perintah membasuh kepala ketika berwudhu, perintah menempelkan kening (bagian depan kepala) ketika sujud dalam sholat, dan perintah berdzikir (mengingat) Allah atau dzikrullah. Kita mengetahui bahwa mengingat merupakan salah satu dari hasil kerja otak, bukan hasil kerja hati atau jantung. Mengartikan term qolb atau qolbu sebagai otak  beserta proses dan hasil kerja otak juga lebih berkesesuaian atau sejalan dengan ilmu kedokteran. 
 Waw’lahu a’lam bis-showab. 

*)  Pengurus Majlis Taklim NURUT TAQWA